Jumat, 30 Maret 2012

TEORI KARIR ANNE ROE



I.         anne rOE
Salah satu tokoh yang mengemukakan tentang teori karier dan jabatan dalam BK karier adalah Anne Roe. Pada tahun 1965 Anne Roe menerima penghargaan dari American Psychological Association dalam acara Richardson Kreativitas Award. Anne menerima penghargaan sebagai kontribusi yang paling beredar pada tahun sebelumnya atau tahun-tahun terakhir terhadap meningkatkan bakat kreatif dan inovatif atau mengembangkan atau memanfaatkan bakat suci.
Anne Roe menerima pendidikan di Denver Sekolah Umum untuk mendapatkan gelar BA dan MA di University of Denver Anne Dilatih sebagai seorang psikolog klinis dan memegang sejumlah  penelitian, hingga 1947  ketika ia menjadi Direktur Studi Ilmuwan disponsori oleh Institut Kesehatan Mental Nasional. Pada tahun 1952 ia mengadakan Fellowship Pada tahun 1957 ia menjadi dosen psikologi di New York University, tapi pindah ke Cambridge pada tahun 1959, di mana ia diselenggarakan berturut-turut di Harvard University tulisan dosen di bidang pendidikan dan asosiasi penelitian; Direktur, Pusat Penelitian Karir.
A.    Latar Belakang Munculnya Teori
Roe (1956) menekankan bahwa pengalaman pada awal masa kanak-kanak memainkan peranan penting dalam pencapaian kepuasan dalam bidang yang dipilih seseorang. Penelitiannya menginvestigasi bagaimana pola asuh orang tua (parental styles) mempengaruhi hierarki kebutuhan anak, dan bagaimana hubungan antara kebutuhan ini dengan gaya hidup masa dewasanya. Dalam mengembangkan teorinya, dia menggunakan teori Maslow tentang Hierarchy of Needs sebagai dasar. Struktur kebutuhan seorang individu  menurut Roe, sangat dipengaruhi oleh frustasi dan kepuasan pada awal masa kanak-kanak.
Roe (1956) mengklasifikasikan okupasi ke dalam dua kategori utama: person oriented dan nonperson oriented. Dia berpendapat bahwa pemilihan sebuah kategori okupasi terutama didasarkan atas struktur kebutuhan individu tetapi tingkat pencapaian dalam suatu kategori lebih tergantung pada tingkat kemampuan dan latar belakang sosio-ekonomi individu. Iklim hubungan antara anak dan orang tua merupakan kekuatan utama yang membangkitkan kebutuhan, minat, dan sikap yang kemudian tercermin dalam pemilihan pekerjaan.
B.     Inti Teori
Pada dasarnya teori Anne Roe menekankan unsur perkembangan dalam pilihan karir yang di pengaruhi pola asuh orang tua terhadap anaknya. Dalam perkembangan jabatan Anne Roe menekankan dampak dari keseluruhan pengalaman anak kecil dalam lingkungan keluarga inti. Gaya interaksi orang tua dan anak, serta pengaruh pola pendidikan keluarga menjadi kebutuhan perkembangan anak yang berhubungan dengan kebutuhan pribadi dan gaya hidup dewasa nanti.
Dari pendapat Roe di atas timbulah tiga kategori pendidikan yang di terapkan oleh orang tua,  diantaranya :
1.    Menjauhi anak
Perilaku orang tua yang menjauhi anak cenderung akan bersifat ;
a)    Menolak : dingin, bermusuhan, menunjukkan kekurangan-kekurangan dan mengabaikan preferensi-preferensi dan opini-opini anak.
b)   Mengabaikan: memberikan perawatan fisik minimum tidak memberikan afeksi, dingin tetapi tidak menghina.
2.    Konsentrasi Emosional pada Anak
Pemusatan perhatian pada anak memiliki dua kategori,yaitu :
a)    Overprotecting. Memberikan perlindungan berlebih-lebihan (cenderung hangat), terlalu baik, penuh kasih sayang, membolehkan sedikit kebebasan pribadi, melindungi dari yang menyakitkan.
b)   Overdemanding. Terlalu menuntut (cenderung dingin), menentukan standar-standar tinggi, mendesak untuk memperoleh prestasi akademik yang tinggi, dalam bentuknya yang ekstrim cenderung menolak.
3.    Penerimaan terhadap Anak
Pola penerimaan terhadap anak di bagi menjadi dua, yaitu ;
a)    Santai (casual): sedikit kasih sayang, responsif kalau pikiran tidak kacau, tidak ambil pusing tentang anak, membuat beberapa peraturan dan tidak melaksanakannya
b)   Penuh kasih (loving): memberikan perhatian hangat dan penuh kasih sayang, membantu dengan rancangan-rancangan, menggunakan penalaran dan bukan hukuman, mendorong independensi.
Dari subdivisi kategori emosional yang ada di dalam rumah menurut Roe, Kategori penuh kasih, overprotective dan overdemanding akan cenderung menghasilkan seseorang yang kejuruannya beroriantasi pada kontak dengan orang lain (Person Oriented). Sedangkan kategori santai, menolak dan mengabaikan cenderung menghasilkan seseorang yang kejuruannya beroriantasi pada benda – benda (Non_Person Oriented).
Struktur kebutuhan seorang individu, menurut Roe, sangat dipengaruhi oleh frustasi dan kepuasan pada awal masa kanak-kanak.
C.  Pembagian Jenis Pekerjaan
Roe menggolongkan seluruh jabatan atas dua kategori dasar, yaitu :
1.    Person Oriented, jabatan yang berorientasi pada kontak dengan orang lain. Misalnya orang – orang yang suka bekerja bersama dengan orang lain, di anggap cenderung demikian karena mereka menghayati kebutuhan yang kuat untuk di terima baik oleh orang lain.
Contohnya : jasa, bisnis, menejemen, pelayanan sosial, dan aktivitas dibidang cultural.
2.    Non- Person Oriented, yang berorientasi pada benda-benda. Misalnya orang- orang yang lebih suka bekerja dengan menangani barang atau benda tanpa mencari kontak dengan individu di sekitarnya itu di anggap berkecenderungan demikian karena mereka menghayati kebutuhan yang kuat untuk merasa aman dan terlindung dari bahaya.
Contohnya : teknologi, pekerjaan di lapangan seperti pertanian dan pertambangan dan penelitian ilmiah.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas Anne Roe mengkategorikan klasifikasi pekerjaan seperti table yang di bawah ini.
KLASIFIKASI JABATAN MENURUT ANNE ROE
Kelompok
Tingkatan
Pemberi Layanan (service)
Usaha atau Dagang (Business Contact)
Organisasi (Organijation)
Teknologi (Technology)
Pekerjaan Lapangan (Out door)
Pengetahuan (Science)
Budaya (General Cultural)
Seni dan Pertunjukan (Art and Entertainment)
Profesional dan Manajerial
Semi Profesional dan Small Business
Skilled
Semiskilled
Unskilled



Rabu, 28 Maret 2012

Pentingnya Kreativitas Dalam Konseling

Pentingnya Kreativitas Dalam Konseling

Konseling merupakan proses ko-kreatif antara konselor dan konseli yang lahir dari keadaan frustasi atau ambigu serta adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah (Hecker & kottler, 2002). Melalui proses konseling, konselor akan membantu konseli untuk menelaah dan menguji world view konseli serta mengkonstruksi atau merekonstruksi makna suatu peristiwa dalam kehidupan konseli (Raskin, 1999). Keadaan dan aktivitas yang terjadi selama proses konseling menunjukkan pentingnya kreativitas dalam konseling. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Carson, Becker, Vance, & Forth (2003) kreativitas konselor dalam konseling memberikan banyak manfaat bagi keberhasilan konseling. Menurut Gladding (2008), kreativitas dalam konseling bermanfaat dalam meningkatkan efektivitas konseling dan berperan penting dalam memajukan profesi konseling.

Meskipun kreativitas merupakan hal yang esensial dalam proses konseling, namun proses kreatif tidak terjadi secara otomatis. Konselor perlu memfasilitasi terciptanya suasana yang aman dan mendukung sehingga konseli mampu secara kreatif mengkaji masalah, membangun perspektif alternatif terhadap masalah, serta menghasilkan dan mengevaluasi beragam pilihan solusi masalah. Menurut Gladding (2002, dalam Carson & Becker, 2004), kreativitas dalam konseling merupakan sebuah pengalaman yang menimbulkan pencerahan bagi konseli. Dalam konteks ini konselor berperan sebagai katalis yang membantu konseli membangkitkan kemampuan kreatifnya. Meskipun kreativitas merupakan faktor yang penting dalam keberhasilan konseling, masih banyak konselor yang tidak menyadari dan tidak terlatih dalam mengakses dan memberdayakan kreativitas dirinya dan konseli (Hecker & Kottler, 2002).
Terdapat tiga faktor yang bersinergi untuk mendorong berkembangnya kreativitas dalam konseling, yaitu faktor kepribadian konselor dan konseli, faktor proses konseling, dan faktor hasil konseling. Faktor kepribadian merujuk pada kapasitas konselor untuk bersikap terbuka dan kesediaan bermain dengan ide atau pendekatan baru, kerja keras, persistensi, dan keberanian konselor dalam mengambil resiko yang terukur (Gladding, 2002. Dalam Carson & Becker, 2004). Konseling juga berkaitan dengan upaya konselor mengembangkan kapasitas-kapasitas ini dalam diri konseli. Graham Wallas (dalam Gallagher, 1985) dalam penelitiannya mengidentifikasi empat tahap yang diperlukan dalam proses kreatif, yaitu (1) tahap persiapan yang mengacu pada kondisi kemampuan, bakat, minat, dan akumulasi pengalaman seseorang sebagai prasyarat proses kreatif, (2) inkubasi yaitu tahap dimana berbagai informasi, pengalaman, gagasan mengalami pengendapan dan pengeraman, (3) iluminasi yaitu tahap dimana seseorang mengalami semacam pencerahan, suatu kesadaran baru disebut dengan pengalaman “aha” dalam menemukan gagasan baru, (4) verifikasi yaitu tahap menguji gagasan kreatif. Proses kreatif dalam konseling juga mencakup penggunaan berbagai teknik kreatif yang memanfaatkan imajinasi, gambar, drama, musik, cerita, dan berbagai barang sehari-hari (Jacobs, 1992; Alamia & Hawkins, 2005; Schimmel,2006; Gladding, 2008; Skudrzyk, dkk, 2009). Sedangkan faktor produk berkaitan dengan hasil akhir konseling yang dapat berbeda antara beragam konseli tergantung pada masalah dan sumber daya yang tersedia.
Kreativitas dalam konseling berhubungan erat dengan proses membantu klien untuk mengalami (experiencing) suasana tertentu yang bersifat terapetik. Menurut Carpenter (2002, dalam Carson & Becker, 2004) keadaan mengalami ini memiliki beberapa manfaat karena:
  • Manusia belajar sebagian besar melalui proses mengamati dan mengalami. Manusia mengingat dan belajar lebih banyak melalui apa yang mereka lihat dan alami, bukan pada apa yang mereka dengar.
  • Manusia dapat lebih dekat dengan perasaan mereka sendiri melalui pengalaman, bukan percakapan.
  • Keadaan mengalami membuat konseli lebih sulit menggunakan mekanisme pertahanan diri dalam melawan perubahan yang diperlukan.
  • Keadaan mengalami dapat membantu konseli untuk cepat masuk kedalam situasi terapetik.
Sumber : Ahmad Ali Rahmadian. (2011). Kreativitas dalam Konseling. Paper presented at the International Seminar & Workshop Contemporary and Creative Caunseling.