A. Prespektif Historis
Teori Konseling berpusat pada pribadi atau konseling Rogerian. Pada awalnya dikembangkan oleh Carl Rogers (1942) dengan nama ‘konseling yang tidak mengarahkan (nondirective counseling) karena menekankan peran konselor yang cenderung pasif yang hanya mendorong dan mendengarkan konseli. Selanjutnya nama konseling nondirective diganti dengan konseling konseling berpusat pada konseli untuk menekankan tanggung jawab yang lebih besar bahkan sepenuhnya pada konseli untuk mengarahkan diri sendiri. Rogerian lebih senang menggunakan istilah konseling ‘berpusat pada pribadi’ untuk lebih memanusiawikan proses konseling, dalam arti lebih memberikan pengakuan pada keterlibatan pribadi konselor dan pribadi konseli dalam proses konseling.
Rogers memposisikan teori konselingnya sebagai suatu pendekatan baru yang lebih menekankan pada pentingnya kualitas hubungan antara konselor dan konseli, yakni konselor yang dapat mendorong konseli mengarahkan dirinya untuk mencapai pertumbuhan pribadi yang optimal.
B. Pokok - Pokok Teori
1. Pandangan tentang sifat dasar manusia
Pemikiran – pemikiran Rogers tentang manusia dan bagaimana konseling seharunya dilaksanan bersifat humanistik, yakni menekankan pada humanisme. Pandangan – pandangan khusus tentang Rogers tentang sifat dasar manusia.
· Setiap manusia memiliki potensi dan hak untuk mengarahkan dirinya sendiri.
· Setiap manusia bertindak sesuai dengan presepsinya.
· Setiap manusia memiliki kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri.
· Setiap manusia pada dasarnya ciptaan yang cakap dan dapat dipercaya.
2. Sistem teori
a. Kondisi pertumbuhan
Kondisi pertumbuhan mempresentasikan penghargaan positif tanpa syarat terhadap keunikan individu. Individu yang tak memperoleh kondisi pertumbuhan cenderung mengembangkan perilaku defensive, tidak kongruen, dan mudah mengalami konflik didalam dirinya, menjadi orang dewasa yang pemalu, penakut, sangat patuh, atau mudah marah dan memberontak. Lingkungan yang tidak menyajikan kondisi pertumbuhan adalah lingkungan yang mengekspos perlakuan yang cenderung terlalu melindungi atau membatasi, dominan, dan membuat tuntutan yang berlebihan yang menyebabkan individu tidak memperoleh kebebasan untuk mengungkap dan memberdayakan potensi – potensi dirinya.
Konsep Rogers tentang orang yang mengaktualisasikan diri adalah sama dengan mereka yang merefleksikan suatu kesehatan emosional yang ideal. Tiga karakteristik kepribadian orang yang mengaktualisasikan diri, yakni :
· Terbuka terhadap pengalaman;
· Memiliki makna dan tujuan hidup;
· Mempercaya dirinya sendiri dan orang lain.
b. Fenomenologis
Pemikiran kaum Rogerian bersifat fenomologis, yakni mengakui setiap manusia memiliki presepsi unik terhadap dunia/lingkungan. Presepsi ini akan menentukan keyakinan, perilaku, emosi, dan hubungannya dengan oranglain. Dalam konsep fenomenologis, realita adalah apa yang dipersepsi oleh individu tentang sesuatu (pengalaman) dan buka realitas obyektif dari sesuatu itu. Prespektif fenomenologis ini berisikan asumsi – asumsi teoritis sebagai berikut:
· Semua individu berada di dalam dan menjadi pusat dari dunia pengalaman yang terus - menerus berubah.
· Individu bereaksi terhadap lingkungan (dunia pengalamannya) menurut presepsi dan bagaimana mereka mengalaminya.
· Perilaku individu tearah pada suatu tujuan.
· Tempat yang paling baik untuk memahami perilaku individu adalah dari kerangka acuan internal individu itu sendiri.
· Cara bertindak yang paling baik adalah mengikuti (konsisten dengan) konsep diri individu.
· Ketidak harmonisan/ketidak kongruenan yang sering terjadi antara keinginan individu dan perilakunya disebabkan oleh adanya pembelahan/pemisahan antara konsep diri dan pengalaman.
· Kecemasan timbul sebagai akibat dari semakin lebarnya jarak ketidakharmonisan antara konsep diri dan pengalaman.Untuk menurunkan kecemasan individu, konsep diri harus menjadi lebih kongruen dengan pengalaman aktualnya.
· Individu yang mengaktualisasikan diri adalah mereka yang terbuka sepenuhnya terhadap pengalaman, tidak memperhatikan pembelaan diri.
C. Implementasi
1. Tujuan
Tujuan KBP adalah membantu individu agar menjadi lebih matang dan untuk melembagakan kembali kecenderungan kearah aktualisasi diri. Lebih khusus,tujuan KBP adalah membebaskan individu dari kecemasan dan keraguan yang telah menghambatnya untuk mengembangkan potensi – potensinya.
KBP juga diarahkan untuk membantu individu belajar menjadi otonom cenderung dapat menghindari hidup dan masalah; mampu mempercayai dirinya sendiri untuk membuat pilihan menurut caaranya sendiri dan menerima perasaannya sendiri tanpa paksaan orang lain.
2. Proses konseling
Dalam KBP konselor harus membiarkan konseli untuk menetapkan sendiri tujuan konseling yang diinginkannya. Motivasi ini memungkinkannya untuk dapat mengembangkan dan mengelola perilakunya sendiri.
Untuk membantu konseli mencapai tujuan, konselor harus mampu menciptakan iklim yang mengandung kondisi pertumbuhan. Kondisi pertumbuhan tersebut meliputi beberapa dimensi yakni (Corey, 1981, 2004; George & Cristiani, 1981; Thompson, Rudolph, & Henderson, 2004):
· Konselor membentuk kontak psikologis dengan konseli;
· Konseli berada dalam kondisi mengalami;
· Konselor harus mengkomunikasikan empati, kongruensi, dan penghargaan positif tanpa syarat; dan
· Menekankan pada presepsi atau dunia subyektif konseli.
3. Teknik konseling
KBP tidak menekankan pada teknik tetapi lebih pada kemampuan konselor untuk membangun suatu hubungan yang mepresentasikan kondisi hubungan. Kondisi pertumbuhan ini dapat dicapai oleh konselor
dengan cara mengkomunikasikan tiga kondisi fasilitatif hubungan, yakni;
· Empati
Mengimplikasikan suatu pemahaman konselor terhadap kerangka acuan internal konseli, mampu untuk merasa dan berpikir seperti konseli.
· Keaslian
Mengimplikasikan bahwa konselor mampu menjaga identitas dirinya dan juga mampu menyatakan identitasnya tersebut kepada konseli.
· Penghargaan positif tanpa syarat
Mengimplikasikan bahwa konselor menerima konseli sebagai individu yang memiliki potensi untuk menjadi baik, rasional, dan bebas.
Konselor KBP menggunakan beberapa teknik seperti; mendengarkan aktif dan pasif, refleksi perasaan, dan pikiran, klarifikasi, rangkuman, konfrontasi kontradiksi, dan arahan terbuka atau arahan umum yang dapat membantu konseli mengeksplorasi dirinya (Hackney & Cormier, 2001; Poppen & Thopmson, 1984).
Di samping teknik, juga terdapat penekanan dalam KBP. Yang pertama adalah penekanan pada keberadaan di sini atau sekarang baik di dalam atau di luar situasi konseling. Contohnya, anggaplah Anda menghadapi konseli yang merasa benci saudaranya. Jika anda ingin membawa konseli distuasi di sini dan sekarang, Anda harus memandang perasaan benci tersebut sebagai hasil dari adanya situasi khusus. Anda sebaiknya lebih fokus pada perasaan konseli sekarang terhadap saudaranya dan pada bagaimana perasaan tersebut mempengaruhi pola – pola perilakunya secara umum. Jadi, yang penting bagi KBP adalah membantu konseli untuk memusatkan perhatian perasaannya sekarang dengan mengekspresikan secara verbal.
Penekanan lain dalam KBP adalah perlunya konselor untuk memusatkan perhatian pada aspek emosional konseli alih – alih elemen intelektualnya.
D. Aplikasi
Sejak berubah menjadi KBP pada sekitar 1980 an, aplikasi teori konseling Rogers berkembang melebihi keadaannya semula. Para konselor yang menyatakan menggunakan KBP saat ini menggunakan banyak strategi intervensi melebihi yang direkomendasikan Rogers. Meraka tidak hanya memusatkan perhatian pada isu – isu perkembangan dan aktualisai diri, tetapi juga membantu individu menangani masalah praktis seperti kekerasan seksual atau kekerasan fisik, kecanduan alkohol dan obat, kecemasan, dan depresi.
E. Kontribusi dan Kritik
Kelebihan yang menonjol dari KBP dapat dilihatdari pandangannya yang optimistik terhadap manusia. Pandangan ini konsisten dengan budaya Barat yang menghargai kebebasan (independensi), pengarahan diri, dan individualitas.
KBP juga tak luput dari kelemahan dan kritik. Berikut adalah beberapa contoh yang dialamatkan pada KBP.
· Teori KBP dipandang terlalu sederhana
· Teknik – teknik yang dikemukakan dalam KBP (teknik komunikasi) tidak mencukupi untuk membawa perubahan perilaku konseli.
· KBP kurang dapat meningkatkan pemahaman tentang manusia.
· KBP tidak tepat untuk orang – orang yang tidak termotivasi untuk membuat perubahan, orang – orang yang patoigois, serta individu yang aktif dan menyenangi struktur.
· Penekanannnya pada individu, evaluasi internal, dan kondisi perumbuhan menyebabkan KBP kurang cocok untuk individu yang memiliki latar belakang budaya yang menekankan pada evaluasi eksternal dan masyarakat san tidak meniklai hubungan atas dasar kondisi pertumbuhan.
· Meskipun KBP mengakui keunikan individu, tetapi tidak memiliki gambaran yang jelas tentang konsep fully functioning person.
· Penelitian – penelitian untuk memvalidasi keekfektifan pendekatan ini masih terbatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar